Ingatkan tentang Korban Pelanggaran HAM, Kawan Herman-Bimo Persembahkan Film Dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang”

Apr 6, 2024 - 02:32
 0
Ingatkan tentang Korban Pelanggaran HAM, Kawan Herman-Bimo Persembahkan Film Dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang”
salah satu cuplikan monolog film "Yang Tak Pernah Hilang"
Ingatkan tentang Korban Pelanggaran HAM, Kawan Herman-Bimo Persembahkan Film Dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang”

SUARA3NEWS, Kota Malang - Film dokumenter tentang dua aktivis pergerakan mahasiswa korban peristiwa penghilangan orang secara paksa pada tahun 1997-1998 diputar di Kampus Widya Karya Kota Malang, Jum’at (5/4/2024).

Dua aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yaitu Herman Hendrawan dan Bimo Petrus Anugrah, mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, hingga kini belum ditemukan sejak peristiwa politik Indonesia menjelang jatuhnya rezim Presiden Suharto.

Kawan satu kampus Herman dan Bimo Petrus yang juga sebagai produser film “Yang Tak Pernah Hilang” Dandik Katjasungkana, hadir secara langsung dalam pemutaran film dokumenter yang berdurasi 2,5 jam ini.

Menurut Dandik, film ini dibuat sebagai potret semi biografi dari dua tokoh pergerakan mahasiswa yang berjuang secara ideologis dengan resiko yang sangat serius. Sebuah resiko yang telah menghilangkan masa muda mereka demi sebuah cita-cita perubahan bangsa yang lebih demokratis.

“Jadi film ini tidak hanya menghadirkan sequel tentang proses atau peristiwa penculikannya dan peristiwa heroisme sebagai aktivis mahasiswa. Tetapi kami mau bercerita tentang karakter dua kawan kami yang berjuang dengan keyakinan dan harapannya,” ujar Dandik.

“Yang Tak Pernah Hilang” dipilih sebagai judul film bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai perjuangan dan idealisme Herman dan Bimo yang telah mereka wariskan.

“Secara fisik mereka memang hilang tetapi nilai-nilai yang mereka wariskan, perjuangan, idealisme, keimanan, dan kejujuran serta solidaritas buat kami tidak pernah hilang,” kata pria gondrong berkaca mata yang biasa dipanggil Dandik.

Sementara itu Anton Subandrio (Cak Su) sebagai sutradara film dokumenter ini mengatakan bahwa film ini juga menampilkan beberapa adegan yang tidak sama dengan film dokumenter lainnya.

Anton menyebutkan bahwa tantangan bagi dirinya sebagai sutradara adalah menampilkan dua sosok yang mempunyai pengaruh terhadap demokrasi sebelum era reformasi 1998.

Selain menghadirkan wawancara langsung dengan keluarga Herman dan Bimo, film “Yang Tak Pernah Hilang” juga menampilkan wawancara dengan berbagai narasumber sebanyak 30 orang. 

Narasumber diambil dari kesaksian teman, sahabat serta para pejuang Hak Asasi Manusia di Indonesia. Bahkan percakapan-percakapan Herman dan Bimo bersama kawan-kawannya disaat terakhir melakukan perjalanan melawan rezim otoriter Suharto juga ditampilkan sebagai ilustrasi peristiwa penculikan tahun 1997-1998.

Ada yang menarik dari film dokumenter garapan Anton Subandrio ini. Terdapat potongan-potongan sajak yang dibacakan oleh aktor teater asal Sanggar Lidi Surabaya bernama Totenk MT Rusmawan. Hal itu semakin memperkuat narasi tentang keberadaan Herman dan Bimo di mata kawan-kawannya.

Film ini juga memperlihatkan pidato Presiden Jokowi saat mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di berbagai peristiwa termasuk peristiwa penghilangan orang secara paksa pada tahun 1997-1998. Serta janji Presiden untuk memulihkan hak-hak korban dengan adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

Sebagai sebuah film dokumenter, format yang dipilih adalah keluar dari pakem yang biasa dilakukan pada program dokumenter jurnalistik televisi mainstrem pada umumnya.

Selain ada unsur monolog dan drama ilustrasi, film ini juga menampilkan pilihan musik perjuangan pergerakan termasuk  lagu yang diciptakan oleh Usman Hamid aktivis HAM, Fajar Merah anak Widji Thukul serta Once Mekel mantan vokalis Dewa 19.

Untuk diketahui, pemutaran film dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” juga dihadiri oleh Bapak Oetomo, Ayahanda Bimo Petrus Nugroho yang memang berasal dari Kota Malang. Bimo melanjutkan studi di FISIP Unair dan hingga kini belum kembali.

Dengan semangat yang masih ada dan harapan akan keberadaan Bimo Petrus, Oetomo hanya selalu berdoa kepada sang  pencipta langit dan bumi, bahwa dirinya akan diketemukan kembali dengan anaknya.

“Sebenarnya saya tidak berharap kepada siapapun juga. Andai saya diketemukan kembali oleh anak saya, hal itu tak lebih karena kasih Tuhan kepada saya dan Bimo,” ucapnya singkat.

Film ini diharapkan mampu ditonton serta terjadi dialog terkhusus kepada generasi muda, supaya peristiwa masa lalu tidak dilupakan, serta merumuskan suatu tindakan untuk memperbaiki upaya memoarisasi dari gerakan untuk menghentikan seluruh kejahatan kemanusiaan. (Ronche)