Rakyat Bergerak Rebut Demokrasi Kawal Konstitusi

SUARA3NEWS, JAKARTA - Setelah ‘Peringatan Darurat Garuda Biru’ yang tersiar dan disampaikan pertama kali melalui akun Instagram kolaborasi @najwashihab, @narasinewsroom, @matanajwa dan @narasi.tv menjadi viral, konsolidasi masyarakat sipil dan gerakan mahasiswa terjadi di berbagai kota di seluruh Indonesia.
Gerakan ini mencerminkan kekhawatiran, terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan jalannya pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan ‘dibegal’ oleh kepentingan segelintir elit partai politik.
Peringatan Darurat Garuda Biru mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja Badan Lesgislasi (Baleg) DPR RI yang dengan cepat memutuskan untuk melakukan Revisi Undang-Undang Pilkada yang bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
Di berbagai kota di Indonesia gerakan perlawanan dan seruan aksi berkumandang untuk kembali meluruskan arah demokrasi dan mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi. Aksi serentak juga dilakukan oleh gerakan rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan menekan parlemen agar tidak mengesahkan revisi undang-undang pilkada, Kamis (22/8).
Ribuan rakyat yang terdiri dari beberapa elemen seperti akademisi, buruh, mahasiswa, pemuda, seniman, aktor, komika, aktivis perempuan, jurnalis dan masyarakat lainnya melakukan demonstrasi besar-besaran di beberapa titik di Jakarta.
Tampak dalam kerumunan massa, aktor Reza Rahardian turut bergabung berdemonstrasi dan berorasi menyuarakan kegelisahannya.
“Saya hadir disini sebagai rakyat biasa bersama teman-teman semua. Sebagai orang yang gelisah melihat demokrasi kita hari ini,” ujar Reza di atas mobil komando.
Reza juga menilai bahwa Indonesia bukan hanya milik satu keluarga saja namun milik seluruh rakyat Indonesia.
Kompleks DPR/MPR dikepung, mahasiswa dan rakyat berusaha untuk masuk ke dalam gedung dan menyampaikan aspirasi serta ingin menduduki kantor wakil rakyat yang terhormat.
Selain itu, gelombang massa aksi juga membawa tuntutan kekecewaan terhadap Pemerintahan Jokowi. Spanduk besar dibentangkan oleh peserta aksi bertuliskan Jokowi Kudeta Demokrasi Jokowi Kudeta Konstitusi, Indonesia Is Not For Sale, Tolak Politik Dinasti dan beragam kritikan terhadap Presiden Jokowi.
‘Gesekan’ antara aparat yang mengamankan jalannya aksi dan para demonstran tak terhindarkan. Tiga pagar komplek DPR/MPR tak mampu menahan kekuatan rakyat dan akhirnya dapat dirobohkan.
Sore hari sekitar pukul 15.00 demonstrasi sempat memanas, sebagian pagar gedung DPR jebol oleh massa aksi ketika berusaha menerobos masuk. Aparat Kepolisian langsung bersiaga dengan menggunakan tameng dan pelindung badan untuk menghindari lemparan batu dan benda-benda dari arah luar gedung DPR.
Massa aksi juga sempat membakar ban di depan pagar gedung DPR. Ribuan mahasiswa yang hadir dalam demonstrasi menolak revisi undang-undang pilkada dari berbagai Universitas di Indonesia terus berusaha membongkar barikade aparat hingga menjelang pukul 19.00 WIB.
Massa aksi kawal putusan MK akhirnya dapat dihalau oleh aparat kepolisian dengan tembakan gas air mata, dan penyisiran peserta aksi di sekitar jalan Gatot Subroto menjelang malam.
Protes rakyat mengawal demokrasi dan konstitusi mendapatkan angin segar. Sekiranya Rapat Paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada yang seharusnya digelar pada Kamis pagi pukul 10.00 ditunda karena tidak memenuhi kuorum.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa DPR batal mengesahkan revisi UU Pilkada dikarenakan tidak dapat melaksanakan Rapat Paripurna akibat waktu yang tidak sesuai dengan masa pendaftaran Pilkada.
“Karena tahapan pendaftaran pilkada dimulai tanggal 27 agustus mendatang, sementara RUU Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang pada tanggal tersebut, maka aturan yang berlaku adalah hasil putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Dasco dalam konferensi pers di dalam gedung DPR.